POST MATUR
KEHAMILAN
A . Pengertian
Kehamilan yang
berlangsung melebihi 42 minggu, antara lain kehamilan memanjang, kehamilan
lewat bulan, kehamilan postterm, dan pascamaturitas.
Kehamilan lewat
bulan, suatu kondisi antepartum, harus dibedakan dengan sindrom pasca
maturitas, yang merupakan kondisi neonatal yang didiagnosis setelah
pemerikasaan bayi baru lahir.
Definisi standar untuk
kehamilan lewat bulan adalah 294 hari setelah hari pertama menstruasi terakhir,
atau 280 hari setelah ovulasi. Istilah lewat bulan ( postdate) digunakan karena
tidak menyatakan secara langsung pemahaman mengenai lama kehamilan dan
maturitas janin. ( Varney Helen,2007)
Kehamilan post matur menurut Prof. Dr. dr. Sarwono
Prawirohardjo adalah kehamilan yang melewati 294 hari atau lebih dari 42 minggu
lengkap di hitung dari HPHT. Sedangkan menurut Ida Bagus Gde Manuaba kehamilan
lewat waktu adalah kehamilan yang melebihi waktu 42 minggu belum terjadi
persalinan.
Keakuratan dalam
memperkirakan usia kehamilan meningkat pesat sejak adanya USG yang mungkin
banyak digunakan. Kisaran optimum variasi lama gestasi pada manusia belum
diketahui hingga kini, Dan penetapan dua minggu melewati taksiran persalinan
(TP) masih berubah- ubah. Meskipun insidensi kehamilan lewat bulan relatif
rendah, beberapa studi menunjukkan bahwa sebagian besar induksi yang
dijadwalkan dengan indikasi kehamilan lewat bulan faktanya kurang dari 42
minggu berdasarkan hitungan dengan USG. Akibatnya induksi yang menjadi bersifat
relatif.
B . Etiologi
Etiologinya masih
belum pasti. Faktor yang dikemukakan adalah
·
Hormonal
yaitu kadar
progesteron tidak cepat turun walaupun kehamilan telah cukup bulan, sehingga
kepekaan uterus terhadap oksitosin berkurang ( Mochtar, Rustam, 1999).
·
Kadar kortisol yang rendah pada darah janin yang rendah
seinngga di simpulkan kerentanan akan stress merupakan factor tidak timbulnya
his
·
Kurangnya air ketuban plasenta juga diduga berhubungan
dengan kehamilan lewat waktu.
·
Insufiensi plasenta
Fungsi plasenta memuncak pada usia kehamilan 38-42 minggu,
kemudian menurun setelah 42 minggu, terlihat dari menurunnya kadar estrogen dan
laktogen plasenta. Terjadi juga spasme arteri spiralis plasenta. Akibatnya
dapat terjadi gangguan suplai oksigen dan nutrisi untuk hidup dan tumbuh
kembang janin intrauterin. Sirkulasi uteroplasenta berkurang sampai 50%.Volume
air ketuban juga berkurang karena mulai terjadi absorpsi. Keadaan-keadaan ini
merupakan kondisi yang tidak baik untuk janin. Risiko kematian perinatal pada
bayi postmatur cukup tinggi : 30% prepartum, 55% intrapartum, 15% postpartum.
C. Prognosis
Beberapa ahli dapat
menyatakan kehamilan lewat bulan bila lebih dari 41 minggu karena angka
mordibitas dan mortalitas neonatus meningkat setelah usia 40 minggu. Namun
kurang lebih 18 % kehamilan akan berlanjut melebihi 41 minggu hingga 7% akan
menjadi 42 minggu bergantung pada populasi dan kriteria yang digunakan.
Seringnya kesalahan
dalam mendefinisikan postmatur diperlukan deteksi sedini mungkin untuk
menghindari kesalahan dalam menentukan usia kehamilan.Jika Tp telah ditentukan
pada trimester terakhir atau berdasarkan data yang tidak dapat diandalkan.Data
yang terkumpul sering menunjukkan peningkatan resiko lahir mati seiring
peningkatan usia kehamilan lebih dari 40 minggu.
Penyebab lahir
matinya tidak mudah dipahami dan juga tidak ada kesepakatan tentang pendekatan
yang paling tepat guna mencegah kematian tersebut. (Varney, Helen, 2007)
Apabila diambil batas waktu 42 minggu frekuensinya adalah 10,4 – 12%. Apabila diambil batas waktu 43 minggu frekuensinya adalah 3,4 -4% ( Mochtar,Rustam,1998)
Apabila diambil batas waktu 42 minggu frekuensinya adalah 10,4 – 12%. Apabila diambil batas waktu 43 minggu frekuensinya adalah 3,4 -4% ( Mochtar,Rustam,1998)
Kesepakatan yang
ada adalah bahwa resiko mortalitas perinatal lebih tinggi pada IUGR atau bayi
SGA daripada AGA lewat bulan. Clausson et al Menegaskan bahwa odds ratio untuk
kematian perinatal untuk bayi AGA tidak berbeda signifkan pada bayi post term.
Namun bagi SGA mempunyai odds ratio 10,5 pada lahir post term. Penatalaksanaaan
aktif pada bagi AGA dengan lebih bulan kenyataan dapat mengubah hasil positif
yang diingunkan, angka penatalaksanaan anestesia epidural, persalinan sesar,
dan mortalitas.
Pengaruh terhadap
Ibu dan Janin :
* Terhadap Ibu :
Persalinan postmatur dapat menyebabkan distosis karena
(a) aksi uterus
tidak terkoordinir
(b). Janin besar
(c)
Moulding kepala kurang. Maka akan sering dijumpai : partus lama, kesalahan
letak, inersia uteri, distosia bahu dan perdarahan postpartum. Hal ini akan
menaikan angka mordibitas dan mortalitas.
* Terhadap janin :
Jumlah kematian janin/ bayi pada kehamilan 43 minggu tiga kali lebih besar dri
kehamilan 40 minggu karena postmaturitas akan menambah bahaya pada janin.
Pengaruh postmaturitas pada janin bervariasi: berat badan janin dapat bertambah
besar, tetap dan ada yang berkurang, sesudah kehamilan 42 minggu. Ada pula yang
bisa terjadi kematian janin dalam kandungan.
Permasalahan Kehamilan Lewat Waktu
Permasalahan kehamilan lewat waktu adalah plasenta tidak
sanggup memberikan nutrisi dan pertukaran CO2/O2 sehingga mempunyai risiko
asfiksia sampai kematian adalam rahim. Makin menurunnya sirkulasi darah menuju
sirkulasi plasenta dapat mengakibatkan :
Pertumbuhan janin makin lambat
terjadi perubahan metabolisme janin
Air ketuban berkurang dan makin kental
Sebagian janin bertambah berat, serhingga memerlukan tindakan persalinan
Berkurangnya nutrisi dan O2 ke janin yang menimbulkan asfiksia dan setiap saat dapat
meninggal di rahim.
Saat persalinan janin lebih mudah mengalami asfiksia.
(Menurut Manuaba dalam Buku Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan KB Untuk
Pendidikan Bidan, 1998)
Tanda Bayi Post Matur
Tanda postterm dapat di bagi dalam 3 stadium (Sarwono Prawirohardjo) :
Stadium I
Kulit menunjukkan kehilangan verniks kaseosa dan maserasi berupa kulit
kering, rapuh dan mudah mengelupas.
Stadium II
Gejala di atas disertai pewarnaan mekonium (kehijauan) pada kulit
Stadium III
Terdapat pewarnaan kekuningan pada kuku, kulit dan tali pusat
Tanda bayi Postmatur (Manuaba, Ida Bagus Gde, 1998)
Biasanya lebih berat dari bayi matur ( > 4000 gram)
Tulang dan sutura kepala lebih keras dari bayi matur
Rambut lanugo hilang atau sangat kurang
Verniks kaseosa di bidan kurang
Kuku-kuku panjang
Rambut kepala agak tebal
Kulit agak pucat dengan deskuamasi epitel.
D
. Pemeriksaan Penunjang
1. Bila HPHT dicatat dan diketahui
wanita hamil, diagnosis tidak sukar.
2. Kesulitan
mendiagnosis bila wanita tidak ingat HPHTnya. Hanya dengan pemeriksaan
antenatal yang teratur diikuti dengan tinggi dan naiknya fundus uteri dapat
membantu penegakan diagnosis.
3. Pemeriksaan rontgenologik dapat
dijumpai pusat pusat penulangan pada bagian distal femur, baguan proksimal
tibia, tulang kuboid diameter biparietal 9,8 atau lebih.
4. USG : ukuran diameter biparietal,
gerkan janin dan jumlah air ketuban.
5. Pemeriksaan sitologik air
ketuban: air ketuban diamabiil dengan amniosenteris baik transvaginal maupun
transabdominal, kulitb ketuban akan bercmapur lemak dari sel sel kulit yang
dilepas janin setelah kehamilan mencapai lebih dari 36 minggu. Air ketuban yang
diperoleh dipulas dengan sulfat biru Nil, maka sel – sel yang mengandung lemak
akan berwarna jingga.
- Melebihi 10% = kehamilan diatas 36 minggu
- Melebihi 50% = kehamilan diatas 39 minggu
- Melebihi 10% = kehamilan diatas 36 minggu
- Melebihi 50% = kehamilan diatas 39 minggu
6. Amnioskopi, melihat derajat
kekeruhan air ketuban, menurt warnanya karena dikeruhi mekonium.
7. Kardiotografi, mengawasi dan
membaca denyut jantung janin, karena insufiensi plase
8. Uji oksitosin ( stress test),
yaitu dengan infus tetes oksitosin dan diawasi reaksi janin terhadap kontraksi
uterus. Jika ternyata reaksi janin kurang baik, hal ini mungkin janin akan
berbahaya dalam kandungan.
9. Pemeriksaan kadar estriol dalam
urin
10. Pemeriksaan pH darah kepala janin
11. Pemeriksaan sitoloi vagina
E. Penatalaksanaan
Setelah usia kehamilan > 40-42
minggu yang penting adalah monitoring janin sebaik-baiknya.
Apabila tidak ada tanda-tanda
insufisiense plasenta, persalinan spontan dapat ditunggu dengan pengawasan
ketat
Lakukan pemeriksaan dalam untuk menilai
kematangan serviks, kalau sudah matang boleh dilakukan induksi persalinan
dengan atau tanpa amniotomi. Bila :
Riwayat kehamilan yang lalu ada
kematian janin dalam rahim
Terdapat hipertensi, pre-eklampsia
Kehamilan ini adalah anak pertama
karena infertilitas
Pada kehamilan > 40-42 minggu
Maka ibu dirawat di rumah sakit
Tindakan operasi seksio sesarea dapat
dipertimbangkan pada
o
Insufisiensi plasenta dengan keadaan
serviks belum matang
o
Pembukaan yang belum lengkap,
persalinan lama dan terjadi gawat janin, atau
o
Pada primigravida tua, kematian janin
dalam kandungan, pre-eklampsia, hipertensi menahun, anak berharga
(infertilitas) dan kesalahan letak janin.
Pada persalinan pervaginam harus
diperhatikan bahwa partus lama akan sangat merugikan bayi, janin postmatur
kadang-kadang besar; dan kemungkinan diproporsi sefalo-pelvik dan distosia
janin perlu dipertimbangkan. Selain itu janin postmatur lebih peka terhadap
sedatif dan narsoka, jadi pakailah anestesi konduksi.
sumber: Menurut Rustam Mochtar, Sinopsis Obstetri Jilid I, 1998
Penatalaksanaan Medis yang lainnya
yaitu:
Dua prinsip pemikiran : Ø
1. Penatalaksanaan antisipasi-antisipasi kesejahteraan janin dengan meningkatkan pengkajian dan intervensi jika hanya terdapat indikasi.
2. Penatalaksanaan aktif-induksi persalinan pada semua wanita yang usia kandungannnya melebihi 42 minggu. dengan pertimbangan kondisi janin yang cukup baik / optimal.
1. Penatalaksanaan antisipasi-antisipasi kesejahteraan janin dengan meningkatkan pengkajian dan intervensi jika hanya terdapat indikasi.
2. Penatalaksanaan aktif-induksi persalinan pada semua wanita yang usia kandungannnya melebihi 42 minggu. dengan pertimbangan kondisi janin yang cukup baik / optimal.
Ada Ø
berbagai variasi kemungkinan penatalaksanaan antisipasi dan penatalaksanaan
aktif, antara lain: Pertimbangan kesiapan serviks ( skor bishop), perkiraan
berat badan janin ( dengan manuver leopot, sonogram, atau keduanya) ,
kesejahteraan janin, pilihan wanita yang bersanngkutan, volume cairan amnion,
riwayat kebidanan sebelumnya, status medis ibu, dan metode induksi sesuai
pertimbangan. Variabel yang sangat memberatkan adalah usia gestasi janin,
karena term yang berkembang cenderung mempertimbangkan usia kehamilan sebagai
suatu rangkaian yang kontinu. Penatalaksanaan aktif versus penatalaksanaan
antisipatif tergantung reabilitas kriteria yang digunakan dalam menentukan usia
kehamilan.
Para klinisi sejak lama menyadari perlunya mempercepat
persalinan jika terdapat kondisi obstetri dan medis yang mengancam ibu dan
janin. Sebelum ada metode yang diterima untuk induksi persalinan seksio
sesaria merupakan satu-satunya cara yang dapat diterima untuk mengatasi
maslaah ini.
Keputusan untuk mempercepat persalinan harus selalu
ditetapkan dengan membandingkan resiko dan manfaat masing masing
penatalaksanaan tersebut. Secara umum metode induksi yang paling efektif adalah
dengan meningkatkan denyut jantung janian dan hiperstimulasi pada uterus.
Induksi persalinan juga diperkirakan komplikasinya. Induksi
persalian dikaitkan dengan peningkatan anastesia epidural dalam seksio sesaria
untuk wanita primigravida yang usia kehamilanyya lebih dai 41 minggu dan
taksiran berat jain 3800 gram atau lebih.
Pada kenyataannya induksi persalian meningkatkan resiko
distress janin, seksio sesaria, infeksi dan perdarahan sangat mengejutkan bagi
masyarakat awam. kehamilan lebih bulan akan meningkatkan resiko lahir mati,
cairan bercampur, mekonium sindrom aspirasi mekonium pada neonatus, distosia
bahu jika janin makrosomia.
Indikasi untuk induksi persalinan mencakup hal – hal :
a. Hasil uji janin meragukan ( skor profil biosfik rendah)
b. Oligohidramnion.
c. Preeklamsi yang cukup parah menjelah cukup bulan
d. Diabetes dependent
e. IUGR menjelang usia cukup bulan
f. Riwayat lahir mati pada kehamilan cukup bulan.
a. Hasil uji janin meragukan ( skor profil biosfik rendah)
b. Oligohidramnion.
c. Preeklamsi yang cukup parah menjelah cukup bulan
d. Diabetes dependent
e. IUGR menjelang usia cukup bulan
f. Riwayat lahir mati pada kehamilan cukup bulan.
Penatalaksanaan
antisipasi pada usia kehamilan lewat bulan antara 40 hingga 42 minggu:
1.Kaji kembail TP wanita sebagai titik tengah dalam kisaran waktu 4 minggu ( 40+minggu)
2. Kaji kembali bersama wanita rencana penanganan kehamilan lewat bulan, dokumentasikan rencana yang disepakati ( 40+ minggu)
3. Uji kembali nonstress awal ( Nonstress test, NST) dua kali dalam seminggu, yang dimulai saat kemilan berusia 41 minggu dan berlanjut hingga persalinan.
4. Lakukan pengukuran volume cairan amnion ( Amniotic fluid volume, APV) dua kali dalam seminggu, yang dimulai saat kehamilan berusia 41 minggu dan berlanjut hingga persalinan.
5. Lakukan uji profil biofisik lengkap dan konsultasikan dengan dokter untuk hasil NST yang nonreaktif atau APV yang randah.
6. Jika kelainan berlanjut hingga 42 minggu dan perkiraan usia kehamilan dapat diandalkan mulai penanganan aktif mengacu pada protokol.
1.Kaji kembail TP wanita sebagai titik tengah dalam kisaran waktu 4 minggu ( 40+minggu)
2. Kaji kembali bersama wanita rencana penanganan kehamilan lewat bulan, dokumentasikan rencana yang disepakati ( 40+ minggu)
3. Uji kembali nonstress awal ( Nonstress test, NST) dua kali dalam seminggu, yang dimulai saat kemilan berusia 41 minggu dan berlanjut hingga persalinan.
4. Lakukan pengukuran volume cairan amnion ( Amniotic fluid volume, APV) dua kali dalam seminggu, yang dimulai saat kehamilan berusia 41 minggu dan berlanjut hingga persalinan.
5. Lakukan uji profil biofisik lengkap dan konsultasikan dengan dokter untuk hasil NST yang nonreaktif atau APV yang randah.
6. Jika kelainan berlanjut hingga 42 minggu dan perkiraan usia kehamilan dapat diandalkan mulai penanganan aktif mengacu pada protokol.
Penatalaksanaan
aktif pada kehamilan leat bulan : Induksi persalinan Ø
Pada tahun 1970-an terdapat meningkatnya kesadaran terhadap mordibitas kehamilan lewat bulan. Beberapa pihak mengajukan keberatan terhadap induksi persalinan karena tidak alami dan dapat meningkatkan bahaya. Namun walaupun banyak pihak yang menentang induksi persalinan dan tidak adanya standardisai kriteria, praktik induksi telah banyak meningkat selama satu dekade terakhir.
Pada tahun 1970-an terdapat meningkatnya kesadaran terhadap mordibitas kehamilan lewat bulan. Beberapa pihak mengajukan keberatan terhadap induksi persalinan karena tidak alami dan dapat meningkatkan bahaya. Namun walaupun banyak pihak yang menentang induksi persalinan dan tidak adanya standardisai kriteria, praktik induksi telah banyak meningkat selama satu dekade terakhir.
Menurut American college of obstetricians dan Gynecologist,
hasil yang diharapkan dari induksi persalinan adalah “ ibu dapat melahirkan
bayi pervaginam setelah kontraksi distimulasi sebelum persalinan spontan
terjadi”. Meski metode induksi sekarang diutamakan pada induksi kontarkasi
uterus, namun peran servik sangat penting yang aktivitasnya tidak sepenuhnya
dipengaruhi uterus.
Penggunanaan obat berpusat pada oksitosin sejak tahun
1960-an dan prostaglandin sejak tahun 1970-an. Pengaturan dosis, dan cara
pemberian dan waktu pemberian untuk semua metode hingga kini masih dalam
penelitian,
Untuk menghasilkan persalinan yang aman, keberhasilan
induksi persalinnan setelah servik matang dapat dicapai dengan menggunakan
prostaglandin E2 (PGE2) bersama oksitosin, dan prostaglandin terbukti lebih
efektif sebagai agens yang mematangkan seriks dibanding oksitosin.
Metode lain yang digunakan untuk menginduksi persalinan (
misalnya minyak jarak, stimulasi payudara, peregangan servik secara mekanis),
memiliki kisaran keberhasilan secara beragam dan atau sedikit penelitian untuk
menguatkan rekomendasinya.
Metode hormon untuk induksi persalinan:
1. Oksitosin yang digunakan melalui intravena ( atas persetujuan FDA untuk induksi persalinan ). Dengan catatan servik sudah matang.
2. Prostaglandin : dapat digunakan untuk mematangkan servik sehingga lebih baik dari oksitosin namun kombinasi keduanya menunjukkan hal yang positif.
a. Misprostol
1) Merk dagang cytotec. Suatu tablet sintetis analog PGE1 yang diberikan intravagina ( disetujui FDA untuk mencegah ulkus peptikum, bukan untuk induksi)
1. Oksitosin yang digunakan melalui intravena ( atas persetujuan FDA untuk induksi persalinan ). Dengan catatan servik sudah matang.
2. Prostaglandin : dapat digunakan untuk mematangkan servik sehingga lebih baik dari oksitosin namun kombinasi keduanya menunjukkan hal yang positif.
a. Misprostol
1) Merk dagang cytotec. Suatu tablet sintetis analog PGE1 yang diberikan intravagina ( disetujui FDA untuk mencegah ulkus peptikum, bukan untuk induksi)
b.
Dinoproston
1) Merk dagang cervidil suatu preparat PGE2, tersedia dalam dosis 10 mg yang dimasukkan ke vagina ( disetujui FDA untuk induksi persalinan pada tahun 1995)
2) Merk dagang predipil. Suatu sintetis preparat PGE2 yang tersedia dalam bentuk jel 0,5 mg deng diberika intraservik ( disetujui FDA untuk induksi persalinan pada tahun 1993)
1) Merk dagang cervidil suatu preparat PGE2, tersedia dalam dosis 10 mg yang dimasukkan ke vagina ( disetujui FDA untuk induksi persalinan pada tahun 1995)
2) Merk dagang predipil. Suatu sintetis preparat PGE2 yang tersedia dalam bentuk jel 0,5 mg deng diberika intraservik ( disetujui FDA untuk induksi persalinan pada tahun 1993)
3.
Mifepriston 9 RU 486, antagonis reseptor progesteron) ( disetujui FDA untuk
aborsi trimester pertama, bukan untuk induksi) tersedia dalam bentuk tablet 200
mg untuk diberikan per oral.
Metode
non hormon Induksi persalinan ·
1. Pemisahan ketuban
1. Pemisahan ketuban
Prosedurnya dikenal
dengan pemisahan atau mengusap ketuban mengacu pada upaya memisahkan membran
amnion dari bagian servik yang mudah diraih dan segmen uterus bagian bawah pada
saat pemeriksaan dalam Dengan tangan terbungkus sarung tangan bidan memeriksa
wanita untuk menentukan penipisan serviks, pembukaan dan posisi lazimnya.
Perawatan dilakukanan untuk memastikan bahwa bagian kepala janin telah turun.
Pemeriksaan mengulurkan jari telunjuk sedalam mungkin melalui os interna,
melalui ujung distal jari perlahan antara segmen uterus bagian bawah dan
membaran. Beberapa usapan biasanya eektif untuk menstimulasi kontaksi awal
reguler dalam 72 jam. Mekanisme kerjanya memungkinkan melepaskan prostaglandin
ke dalam sirkulasi ibu. Pemisahan hendaknya jangan dilakukan jika terdapat
ruptur membran yang tidak disengaja dan dirasa tidak aman baik bagi ibu maupun
bagi janin. Pemisahan memban servis tidak dilakukan pada kasus – kasus servisitis,
plasenta letak rendah, maupun plasenta previa, posisi yang tidak diketahui,
atau perdarahan pervaginam yang tidak diketahui.
2. Amniotomi
Pemecahan ketuban
secara sengaja (AROM). Saat dikaukan bidan harus memeriksa dengan teliti untuk
mengkaji penipisan servik, pembukaanm posisi,, dan letak bagian bawah.
Presentasi selain kepala merupakan kontrainsdikasi AROM dan kontraindikasi
lainnya ketika kepala belum turun, atau bayi kecil karena dapat menyebabkan
prolaps talipusat. Meskipun amniotomi sering dilakukan untuk menginduksi
persalinan, namun hingga kini masih belum ada studi prospektif dengan desain
tepat yang secara acak menempatkan wanita pada kelompok tertentu untuk
mengevaluasi praktik amniotomi ini.
3. Pompa Payudara dan stimulasi puting.
Penggunaan cara ini
relatif lebih aman kerna menggunakan metode yang sesuai dengan fisiologi
kehamilan dan persalinan. Penangannya dengan menstimulasi selama 15 menit
diselingi istirahat dengan metode kompres hangat selama 1 jam sebanyak 3 kali
perhari.
4. Minyak jarak
Ingesti minyak
jarak 60 mg yang dicampur dengan jus apel maupun jus jeruk dapat meningkatkan
angka kejadian persalinan spontan jika diberikan pada kehamilan cukup bulan.
5. Kateter forey atau Kateter balon.
Secara umum kateter
dimasukkan kedalam servik kemudian ballon di isi udara 25 hingg 50 mililiter
untuk menjaga kateter tetap pada tempatnya. Beberapa uji klinis membuktikan
bahwa teknik ini sangat efektif.
6. Aktifitas seksual.
Jika bidan tidak
merasa bahwa penatalaksanaan aktif pada persalinan lewat bula diindikasikan,
protokol dalam memuat panduan rekomendasi yang mencakup pemberian, wakru,
dosis, dan langkah kewaspadaan. Sementara pada penatalaksanaan antisipasi,
bidan dianjurkan mendokumentasikan secara teliti rencana penatalaksanaan yang
disepakati bersama oleh wanita. Bidan maupun wanita harus memahami secara benar
standar perawatan setempat untuk menangani kehamilan lewat bulan. Wanita
sebaiknya diberi tahu jika terdapat status yang tidak mencakup pada penggunaan
resep, dan bidan harus tetap merujuk pada literatur terkini seputar penanganan
kehamilan lewat bulan.
F. Diagnosis bayi postmatur pascapersalinan
Diagnosis bayi postmatur pascapersalinan, dengan
memperhatikan tanda-tanda postmaturitas yang dapat dibagi dalam 3 stadium :
1. stadium I : kulit tampak kering, rapuh dan mudah
mengelupas (maserasi), verniks kaseosa sangat sedikit sampai tidak ada.
2. stadium II : keadaan kulit seperti stadium I disertai
dengan pewarnaan kulit yang kehijauan oleh mekoneum yang bercampur air ketuban.
3. stadium III : terdapat pewarnaan kekuningan pada kuku dan
kulit janin serta pada jaringan tali pusat.Pada saat persalinan, penting
dinilai keadaan cairan ketuban. Jika telah terjadi pewarnaan mekonium
(kehijauan) atau bahkan pengentalan dengan warna hijau kehitaman, begitu bayi
lahir harus segera dilakukan resusitasi aktif. Idealnya langsung dilakukan
intubasi dan pembilasan trakhea.
G. Komplikasi
Kemungkinan komplikasi pada bayi postmaturhipoksia ;
-hipovolemia
- asidosis
-sindrom gawat napas
-hipoglikemia
-hipofungsi adrenal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar